Sabtu, 04 Januari 2025

author photo
bentar Dibaca
Saya memilih menghabiskan tahun baru di rumah sepupu. Alasannya sederhana, karena saya adalah satu-satunya anak di rumah. Sejujurnya, saya lebih suka menghabiskan tahun baru di rumah dengan tidur atau nonton. 

Buat saya, desak-desakan di kerumunan orang saya malas. Saya pernah terjebak macet saat malam tahun baru hanya untuk makan malam. Padahal saya makan malam jam 19.00 dan orang-orang sudah siap bertarung hanya untuk pergantian tahun. Jadi masuk akal rasanya jika berkumpul dengan kelompok yang kecil terutama keluarga membuat situasi lebih hangat. 

Sore itu, sekitar pukul 14.00, saya berniat ke rumah sepupu. Saya sengaja datang ke rumah sepupu lebih awal untuk membelanjakan frozen food untuk barbeque

Saya menyadari bahwa, saya sedang sesak karena cemas. Punggung atas juga terasa lebih pegal tapi saya abaikan. Saya pulang ketika sudah menyelesaikan tusukan makanan beku sekitar pukul 16.00.

Saya pulang ke rumah dan mandi. Setelah maghrib, hujan turun cukup deras. Saya menelpon sepupu, mungkin agak datang terlambat. Setelah hujan sedikit reda, saya langsung terobos hujan ke rumah sepupu. 

Saya datang ke sana dengan tidak terlalu napsu makan. Semuanya rasanya hambar. Meskipun tidak terlalu suka, saya tetap memaksa makan dua tusuk makanan beku yang sudah dibakar. Beruntung Mbak sepupu saya sudah memasak nasi gurih, ayam ingkung dan rica-rica. Untung masih ada real food yang saya konsumsi malam itu.

Saya pulang ke rumah sebelum jam 21.00. Saat itu cemas masih berkecamuk dan saya menaikkan dosis anticemas ke dosis awal karena ingin tidur lebih nyenyak. Sebelum tidur, saya bahkan sempat mengikuti satu sesi meditasi di YouTube

Belum genap dua jam tidur, saya terbangun  hampir 23.00. Saya melirik smartband di pergelangan tangan kiri dan semakin tercengang apakah benda ini perlu di-setting ulang? Yang jelas, sekujur tubuh dan kepala saya sakit. Saya demam tinggi dan malam itu bolak-balik untuk muntah sampe 4x. 

Saya mendadak sakit tanpa aba-aba yang cukup jelas dari awal. Sebelum demam, saya biasanya pasti radang dulu atau pilek dulu. Tubuh saya kali ini memberikan sinyal yang berbeda dan reaksinya sungguh luar biasa. Jika saya tidak dalam kondisi pengaruh anticemas, saya pasti bisa terjaga semalaman sembari mendengar Ibu mengoceh, 'habis makan apa hayo?', mengingat perut saya cukup sensitif. 

Keesokan harinya, kepala saya sakit dan pusing hebat. Saya bahkan tidak tertarik untuk screentime karena membuat situasi makin buruk. Saya memilih hibernasi di kamar, tertidur setelah minum obat penurun panas. 

Hari itu pagi tahun baru adalah ignorance day buat saya. Puluhan pesan whatsapp masuk dan saya abaikan termasuk klien yang proyeknya sedang running. Saya hanya berpikir, orang sehat punya banyak mimpi, orang yang sedang sakit hanya ingin sembuh. 

Jadi, ngapain diambil pusing? 

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post