Kamis, 07 Januari 2016

author photo
bentar Dibaca

Aku meminta Arsa untuk tidak menghubungiku lewat sosial media. Ini alasanku kenapa dia selalu mengirimiku surat. Kubilang  padanya aku sanggup menunggu, Kubilang padanya, aku adalah penunggu sejati. Dan setelah setahun kepergiannya, aku masih sanggup menunggu. Aku masih membalas surat-suratnya. Tapi tidak untuk saat ini.

Surat berwarna ungu muda itu berserakan di meja, bersanding dengan benda-benda pembelian Arsa. Boneka teddy bear cokelat pemberiannya ketika dia pergi ke Jerman, bunga Edelweis kering oleh-oleh dari Bromo, novel-novel favoritnya yang mendadak jadi favoritku, magnet-magnet oleh-oleh dari Jerman, foto-fotonya dan foto kami. Barang-barang ini bertumpuk berdampingan dengan surat-surat yang tak pernah sampai. Surat balasan yang selalu saja gagal kutulis dan kukurimkan padanya.

Aku tertunduk, menangis sesenggukan. Aku tak sanggup lagi mengatakan padanya yang sejujurnya. Entah, aku masih begitu mencintainya. Tapi jarak telah membunuh semuanya.

Semuanya bermula sejak hari itu.

Ganendra datang ke rumah, membawa sebuket bunga mawar lengkap dengan postcard dari Jerman. Katanya titipan dari kakaknya, Arsa. Aku tak mengatakan banyak hal padanya. Hanya ucapan terima kasih singkat dan senyum yang kubuat-buat. Aku memandang mawar merah itu dengan tatapan kaku. Entah, melihatnya seperti aku sedang menumpuk-numpuk perasaan bersalah.

Aku tahu, setelah kepergian Ganen dari rumahku, aku disambut pandangan Bapak yang sedang duduk di kursi malasnya. Bapak menyuruhku duduk di dekatnya.

“Jasmine, kamu masih menyukai laki-laki itu?”

“Namanya Arsa, Pak.”

“Iya, Si Arsa. Kapan dia pulang ke Indonesia?”

“Mungkin tahun depan. Mungkin…”

“Wah lama sekali. Bapak tak yakin kamu sanggup menunggu." Bapak menyesap teh panasnya sebentar.  "Jasmine, Ditya itu menurut kamu bagaimana?”

Bapak menyebut nama laki-laki yang dikenalkannya sebulan lalu. Lelaki yang kata Bapak adalah orang paling sholeh seabad. Yang katanya bacaan Qurannya bagus. Yang katanya, dia adalah sosok laki-laki yang cerdas. Tapi itu semua kata Bapak. Aku hanya pernah bertemu dengannya sekali, sebulan lalu ketika Ditya pulang dari Kairo.

Aku menjawab pertanyaan Bapak dengan senyum yang sangat kubuat-buat. Lantas Bapak mulai banyak bercerita tentang Ditya, tentang kuliahnya di Al-Azhar, hafalannya yang katanya sudah setengah Al-Quran. Dan faktanya, aku tak sanggup menerima itu.

“Bunganya cantik, ya? Jasmine, kamu itu seperti  Bunga mawar ini. Entah walaupun kamu mati-matian menjaga diri dengan durimu yang tajam, jika yang memegangnya adalah orang yang salah, kamu tak akan lagi cantik. Jadi, hat-hati soal ini.”

Bapak mengakhiri dialog kami. Dia berdiri, mengacak-acak rambutku dan berlalu. Aku mematung, memandangi buket bunga pemberian Arsa ini. Aku lantas masuk ke kamar, mengambil kertas dan bolpoin, mencoba membalas Arsa.

Untuk Arsa,
Arsa, bagaimana kuliahmu? Terima kasih untuk bunganya. Aku suka sekali.
Ada banyak hal yang aku ceritakan. Aku bingung, entahnya. Rasanya aku sudah kehilangan cara bagaimana menunggumu. Kabari aku secepatnya mengenai kepulanganmu. Mari kita bicara langsung.

Jasmine

Surat itu sudah terlipat, buru-buru dimasukkan ke dalam amplop. Buru-buru pula kutuliskan alamatnya di amplopnya. Buru-buru pula kujauhkan dari wajahku. Kucegah kertas itu agar tak ikut-ikutan basah.

-----

CATATAN:

Ini adalah challenge menulis OWOP, temanya STORY BLOG TOUR . Di mana member lain yang sudah diberi urutan melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya. 

Saya Tutut Laraswati mendapat giliran ketiga. Biar ceritanya nyambung, kamu harus baca episode sebelumnya, ya. 

Episode 1 : Surat Yang Tertahan di Dasar Hati - Nadhira Arini
Episode 2 : Rahasia Jasmine - Deby Theresia
Episode 3 : Dialog - Tutut Laraswati
Episode 4 : Saidah Humaira (coming soon)

silakan mampir ke blog Saidah Humaira untuk tahu kelanjutan ceritanya. 
Stop Wishing, Start Writing
oneweekonepaper.com

This post have 2 comments

avatar
hyAzn delete 8 Januari 2016 pukul 13.19

Entah sampai kapan aku harus menunggu kamu pulang. Dan entah sampai kapan cerita ini berakhir. Haha capek nunggu sampai end

Reply
avatar
Laras delete 8 Januari 2016 pukul 15.44

Hahaha. Sabar, ya.
Masih jauh.

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post