Aku tak sanggup lagi menjadi lelaki romantis. Surat ini sampai padamu dengan
kekhilafan. Maaf jika aku harus menulis
surat ini lewat media sebesar Owopsiana, membiarkan semua penggunanya tahu jika
hubungan kita sedang tidak baik.
Adia, semua ini kulakukan karena kamu
tak juga membalas pesanku. Entah sudah berapa kali aku menghubungimu. WA, LINE,
si burung biru Twitter, Facebook. Hei, aku bahkan menghubungimu lewat
email. Lihat betapa frustasinya aku
menghadapimu.
Surat terbuka ini terpaksa kutuliskan
atas reaksiku terhadapmu. Oke, aku memang terinspirasi dari surat terbuka yang
ditujukan untuk Gibran Rakabuming Raka, anaknya presiden itu. Kurasa surat terbuka ini
jauh lebih elegan dibandingkan dengan jika aku harus demo di depan rumahmu.
Bapakmu yang berkumis seperti Pak Raden itu kan dekan di fakultasku. Aku belum
ingin di-DO karena demo di depan calon mertuaku (mungkin) atau di jalanan.
Adia Danakitri, aku masih ingat saat
kamu duduk di sofa di teras rumahku, di bawah pohon rambutan yang rindang. Kamu
yang memakai jeans biru dengan kemeja kotak-kotak berwarna merah. Kamu
bercerita tentang film bioskop favoritmu. Star Wars yang katanya ada pemain
Indonesianya. Atau Frodo dalam film The Hobbit. Kamu juga menangis ketika salah
satu favoritmu dalam film Fast and Furious meninggal dalam kecelakaan.
Aku mendadak menjadi pendengar yang
baik. Bukan apa-apa, aku tak terlalu mengerti tentang film. Aku masih mendengarmu wakaupun sejujurnya aku cemburu dengan laki-laki filmu itu. Kadang aku ingin membalas bercerita tentang
film-film yang kutonton, tapilah apa, filmku India. Pretty Shinta atau Kajol
mungkin tak bisa membuatmu cemburu.
Tapi kamu gadis yang baik. Kamu
selalu suka ketika aku bercerita tentang kehidupan masa laluku. Kamu bisa
tertawa begitu lepas dan aku bahagia melihatnya. Hanya kamu tak pernah tahu,
nyaris 49%, ceritaku kukarang sendiri. Jangan salahkan aku. Salahkan Orhan
Pamuk, Dee, Aan Mansyur, Plato, Aristoteles dan koloni-koloninya termasuk Bapak
Danakitri. Mereka yang mengajariku berdusta padamu.
Adia Danakitri, sudah tiga bulan ini
kamu tak memberi kabar padaku. Aku nyaris kelimpungan. Entah dosa apa yang
kuperbuat hingga kamu menghukumku seperti ini. Aku sudah nyaris gila mencarimu
di kampus, di kantin, di taman. Sekali lagi maaf jika aku tak mencari di
rumahmu. Penyebabnya adalah Pak Dekan yang punya kumis selebar Pak Raden itu.
Aku tak berani mengetuk pintu rumahmu gara-gara bapakmu terlalu killer. Jadi jangan salahkan aku karena dia yang
patut kamu persalahkan.
Sejujurnya, aku masih sayang padamu.
Aku masih ingin kita bersama-sama duduk di sofa tua di bawah pohon rambutan di
depan rumahku. Aku ingin kita sama-sama bercerita seperti dulu, tertawa lepas
seperti dulu. Nanti, jika kamu bercerita tentang tokoh-tokoh dari film
favoritmu yang katamu ganteng itu, aku janji tak akan cemburu. Serius!
Adia, kutunggu surat balasan darimu.
Tak apa jika pada akhirnya suratmu penuh dengan makian. Atau jika kamu tak
sempat menulis, kamu bisa WA atau gunakan social media lain. Apa saja asal
jangan diam. Bagiku, kamu lebih menakutkan ketika diam.
Kumohon segera balas suratku. Sebelum
semua terlambat. Sebelum aku pergi karena putus asa. Dan yang
paling penting adalah, sebelum aku memutuskan untuk jatuh cinta dengan perempuan lain. Jadi
pikirkan baik-baik soal ini.
Salam dariku yang duduk di sofa tua,
Addar Adelard
01.00 am
060116
This post have 2 comments
Kereeen tuuuuut
ReplyMakasih Kak Emi.
ReplyEmoticonEmoticon