Senin, 04 Januari 2016

author photo
bentar Dibaca

Aku ingin menamatkan hubungan ini dengan cara baik-baik. Aku ingin kisah ini kembali seperti sedia kala, seperti saat dia dan aku sama-sama belum saling mengenal. Dulu sekali.

Aku memegang cangkir kopi. Perasaanku gamang. Di depanku seseorang yang sebentar lagi kusebut mantan itu seperti sedang sibuk berpikir. Dia pemikir sejati dan kadang terlalu larut memikirkan hal yang remeh.

"Kita sudah tak cocok lagi." Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Abi. Mungkin sudah dia pikirkan terlalu matang.

"Aku sepakat." Jawabanku seperti final walaupun hatiku mencegahnya mati-matian.

"Oke. Aku anggap hubungan kita berakhir dengan baik-baik."

Baik-baik katanya. Aku tersenyum, begitu kecut. Lagi-lagi kami mulai diam. Ujung jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja, membuat irama yang tak beraturan.

"Ya, kita harus menyelesaikan hubungan ini dengan cara baik-baik." Aku menambahkan lagi dengan kalimat yang begitu kaku.

"Iya."

"Kita harus mengembalikan perasaanku seperti dulu. Kamu pun begitu. Aku tak ingin nanti jika kita bertemu kembali, kita akan saling canggung."

Dia meneguk kopinya yang sudah dingin. Dia lantas melihat sekitar, menjauhkan mata kami agar tak saling bertemu dulu.

"Maksudmu?"

"Ya. Kita harus membuat semua ini menjadi netral. Seperti saat kita sama-sama belum saling mengenal. Setelah itu, kuanggap hubungan ini akan berakhir dengan baik-baik saja."

Dia membuang napas. Aku duduk, mengatur irama jantungku agar sanggup kukendalikan.

"Tak mungkin."

"Apanya yang tak mungkin?"

"Kepala kita dipenuhi dengan kenangan. Bagaimana mungkin kita membunuhnya dan menjadikannya kosong seperti sedia kala?"

"Berarti ini tak akan berakhir baik-baik. Ini belum selesai."

Pernyataanku membuat dia kembali berpikir. Membuat keningnya berkerut-kerut. Wajah di depanku itu terlihat resah.

"Jangan membuat masalah ini menjadi lebih rumit."

Kuangkat wajahku, memandangnya sekilas dengan tatapan elangku.

"Justru aku membuat masalah ini menjadi clear. Semuanya akan menjadi lebih rumit jika setelah hubungan ini berakhir, kita masih sama-sama saling jatuh cinta. Masih sibuk mengorek-orek kenangan masa lalu."

Nada bicaraku menegas, membuat posisi duduknya menjadi begitu gelisah. Napasku kini tak beraturan. Tak sanggup kulukiskan lagi perasaanku.

"Itu tak mudah bagiku."Katanya.

Air mataku nyaris jatuh, aku berusaha mati-matian menahannya.

"Kamu bilang, hubungan ini harus berakhir dengan baik-baik, bukan?"

Kulihat Abi memperbaiki posisi duduknya. Aku membuang wajah, menghindar dari tatapan elang lelaki itu.

"Ini tak mungkin."

"Apa yang tak mungkin?"

Dia menarik napas. Kata-katanya seperti tercekat.

"Waktu akan membunuh semua kenangan ini, Alia. Trust me. Kita hanya butuh waktu. Mengembalikan masalah ini seperti sedia kala sama aja memberi kesempatan untuk kita saling jatuh cinta lagi. Aku tak ingin ini menjadi jauh lebih rumit. Kita sudah sama-sama terluka." Abi menandaskan kopinya dengan terburu-buru.

Kami terdiam sekian lama, sibuk menata pikiran yang berantakan. Setetes air jatuh dari mata kiriku. Kuseka buru-buru.

"Alia, kita sudahi semua. Tahan sakitnya sebentar. Kita akan terbiasa lagi."

Abi bangkit dari duduknya, memandangku sekilas, lalu membuang wajahnya.

"Maafkan aku."

Abi melangkah pergi. Sepatunya beradu dengan lantai, menciptakan bunyi yang semakin lama semakin menghilang.

Aku terdiam begitu lama, mencoba mencerna keadaan yang membuatku sesak. Air mataku sudah tak sanggup kubendung lagi. Aku tak bisa menahannya untuk pergi walaupun kami sama-sama masih saling jatuh cinta.

00.48 am
04012015

Penasaran sama kelanjutan ceritanya? Klik di sini!

This post have 15 comments

avatar
Unknown delete 4 Januari 2016 pukul 20.02

mba tuuuuuuuut, aku menyelam kedalam duniamu. Iya dunia fiksimu. :D

Reply
avatar
Unknown delete 4 Januari 2016 pukul 20.15

selalu tentang waktu ya tut... #Thank's

Reply
avatar
Unknown delete 4 Januari 2016 pukul 20.16

selalu tentang waktu ya tut... #Thank's

Reply
avatar
sunflower delete 4 Januari 2016 pukul 20.16

Yang sulit dari perpisahan adalah kenangan. Bahkan, terkadang tanpa sadar, kita bisa terjebak berjam-jam dalam labirin ingatan. Padahal, sudah bersepakat untuk tak lagi peduli.

Ngiahahaha :v

Reply
avatar
Robby purniawan delete 4 Januari 2016 pukul 20.57

Seperti akhir yang aku inginkan..

Reply
avatar
Laras delete 4 Januari 2016 pukul 22.22

Thanks sudah membaca tulisanku, En. Terima kasih sudah menjejak.

Reply
avatar
Laras delete 4 Januari 2016 pukul 22.23

Hahahaha. Emang, ya? Padahal gak ada niatan sama sekali. Thanks aniwe Uni sudah berkenan mampir.

Reply
avatar
Laras delete 4 Januari 2016 pukul 22.26

Hahahaha. Emang ya emaknya Mursyid ini puistis kali. Thanks aniwe sudah mampir.

Reply
avatar
Laras delete 4 Januari 2016 pukul 22.26

Siap-siap move on, mas Robby.
Thanks aniwe sudah berkenan mampir dan membaca.

Reply
avatar
Nur Annisa delete 5 Januari 2016 pukul 21.43

Ko ini cerita dejavu banget
#mengingatmasalalu

Reply
avatar
Laras delete 5 Januari 2016 pukul 23.25

Hahahaha. Setiap kepala manusia dipenuhi dengan kenangan. Simpan atau lupakan. Hahaha.

Thanks Annisa sudah berkenan mampir. Jangan lupa baca kelanjutan ceritanya.

Reply
avatar
Jefferson L delete 5 Januari 2016 pukul 23.39

begini lah yang paling berat.. harus pisah ketika sama-sama masih cinta. rasanya itu... beh!

Reply
avatar
Laras delete 8 Januari 2016 pukul 15.46

Hahaha. Pengalaman pribadi, ya?
Thanks Jeverson sudah berkenan mampir (lagi).

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post