Jumat, 15 Januari 2016

author photo
bentar Dibaca





Kuharap hubungan kita bisa menjadi lebih rumit.Aku sudah terbiasa dengan kebosanan-kebosanan yang melanda nyaris dua tahun sepuluh hari setelah akad pernikahan. Aku ingin kita tak dulu bertemu di meja makan dengan teh hangat manis. Sesekali aku ingin kamu memberikan minuman yang lain, kopi dengan garam, teh yang lupa kamu beri bubuk cabe, atau apalah. Setidaknya buat aku menjadi marah, atau kamu yang sesekali ngambek.



Kurasa kamu sangat terlalu baik. Teramat baik merawatku hingga aku kehilangan cara untuk tidak bersabar. Kurasa kamu terlalu cantik hingga aku susah sekali berpaling kepada perempuan lain. Setidaknya, aku ingin kita pisah ranjang semalam saja, tidur sendiri-sendiri tanpa saling berpelukan. Sesederhana itu keinginanku.



Aku suka kopi yang diseduh dengan dua sendok kopi dan satu sendok gula. Perpaduan ini kurasa adalah komposisi yang pas ketika aku menikmati secangkir kopi, apalagi ketika hujan baru saja turun. Hidup bagiku adalah, kita berusaha dua kali lebih berat setelah itu baru mendapatkan satu kebahagiaan yang membuatku bisa lepas sejenak dari penat. Mungkin begini caraku menikmati hidup.  



Sayangnya, hidup denganmu harus menjadi sebaliknya. Kamu adalah dua sendok gula, sedangkan aku adalah sesendok kopi. Entah, walaupun aku harus mati-matian membuat cangkir di gelas kita pahit, selalu saja sia-sia. Aku selalu kalah.



Entah kenapa aku menjadi begitu bosan. Kebosananku ini akhirnya membuatku menjadi sangat kreatif. Aku suka memancing emosimu ketika kamu bercerita. Aku pura-pura tak mendengar, pura-pura sibuk membaca buku yang entah sudah berapa kali kubaca. Aku tahu, naluri perempuan adalah bercerita dan mereka hanya butuh didengar. Tapi sayangnya, rencana ini masih terlalu mudah untuk kamu tebak. Kamu tak pernah ngambek sama sekali.



Kali ini aku kembali bertingkah. Aku masih menyiapkan cara untuk membuatmu marah. Aku mematikan handphoneku seharian ketika di kantor. Aku pulang sedikit terlambat ke rumah dan memilih hang out dengan teman kantorku tanpa mengatakan padamu. Kupikir, setelah aku kembali ke rumah, kamu akan marah, tapi yang terjadi justru sebaliknya.



Kamu menyiapkan teh manis seperti biasa, menghangatkan makan malam yang sudah dingin seperti biasa. Sekarang, justru aku yang menjadi begitu bersalah. Aku bersalah karena membuatnya menunggu tanpa ada kabar sama sekali.



“Kamu tak marah aku pulang terlambat?” aku bertanya ragu.



“Tidak. Karena ku tahu kamu aman?” Kamu menjawabnya dengan senyum tanpa dibuat-buat.



“Dari mana kamu tahu aku baik-baik saja?”



“Aku menelpon kantormu tadi siang. Maaf, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”



Fine! Aku kalah bertanding. Kamu seolah-olah mempunyai jurus andalan hingga aku tak bisa membuatmu marah walaupun sekali. Hingga akhirnya, aku kena getahnya.



Suatu senja yang basah, aku baru pulang kerja. Entah khusus hari ini aku sedang tak ingin mencari gara-gara. Tapi naas, gulaku yang kemanisan itu sedang tak di rumah. Kamu hanya meninggalkan secarik kertas di meja makan. Katanya kamu harus mengunjungi ibumu yang sakit.



Awalnya aku terlihat begitu bahagia, tertawa puas sejenak. Entah rasanya aku bisa merayakan hal yang lain. Satu hal yang bisa kulewatkan seharian tanpamu.



Naasnya, kebahagiaanku hanya bertahan kurang dari tiga jam.



Sekian menit aku duduk di sofa menikmati novel  favoritku. Tiba-tiba aku merasa begitu kehilangan. Entah, sepertinya ada yang terebut paksa dariku. Dan bodohnya, hingga sekian lama aku benar-benar gusar. Tak ada teh hangat seperti biasa atau kamu yang sibuk bercerita.



Rumah ini mendadak seperti sarang hantu. Sepi. Bahkan aku bisa mendengar suara hembusan napasku sendiri. Aku memandang meja yang mematung, kursi yang mematung dan benda-benda lain yang juga mematung.



Seketika aku sadar, sendiri itu menyakitkan. Aku bahkan tak bisa menebak bagaimana jika seandainya kamu pergi terlebih dahulu dan aku tertinggal di rumah ini dengan benda-benda yang sibuk mematung. Atau mungkin jika aku yang harus pergi terlebih dahulu, apakah kamu mampu menghadapi sendiri rumah ini dengan meja dan kursi yang diam?



Kata orang waktu akan membunuh semuanya. Katanya aku akan menajdi terbiasa melawan kehilangan, atau hal-hal yang tak bisa kita cegah lagi. Hal-hal yang menyangkut kehilangan dan melupakan, orang bilang, waktu bisa menyelesaikan semuanya.



Namun, kurasa itu salah.



Melupakan kehilangan bagiku seperti sedang berbicara dengan meja dan kursi yang mematung. Entah walaupun aku harus bercerita sampai mulutku berbisa, mereka tak akan pernah menjawabku.



Aku tak bisa menjelaskan tentang kehilangan. Aku tak bisa menduga-duga bagaimana rasanya. Karena itu, aku tak akan bertingkah konyol lagi sekarang. Aku ingin melewati hidup ini bersamamu, sebelum ajal saling menghampiri dan membuat kita sibuk bercengkrama dengan kehilangan.

Kuraih handphoneku di atas meja.



“Hallo. Udah pulang kerja?” Suaranya terdengar dari seberang.



“Iya. Aku sudah makan malam. Kuharap kamu baik-baik saja. “



Kudengar dia tertawa. Lantas dia sibuk bercerita tentang keadaan rumahnya. Tentang ibu mertuaku yang sedang sakit. Beberapa menit aku masih bertahan. Aku masih bisa menanggapi, dan kamu yang tertawa lepas. Setengah jam kemudian, aku mulai bosan. Tapi aku berjanji untuk tetap bertahan mendengarmu. Aku sudah berjanji tak pernah menjadi kursi atau meja yang hanya diam mematung.



2015.01.15

2.25 pm










This post have 8 comments

avatar
sunflower delete 16 Januari 2016 pukul 03.23

Kita harus beri kesempatan pada jarak, supaya kenal siapa rindu. Syubidubidu~~ eaaaa

Reply
avatar
Laras delete 16 Januari 2016 pukul 17.34

Hahaha. Ini komennya jauh lebih puitis dari ceritanya.

Reply
avatar
Unknown delete 17 Januari 2016 pukul 19.13

jarak mendatangkan rindu :D
nanti mampir yaa mba ke blog aku .. hehe

Reply
avatar
Laras delete 18 Januari 2016 pukul 00.27

Siap. Makasih Rita sudah berkenan mampir.
Oke, nanti kunbal ya.

Reply
avatar
hyAzn delete 23 Januari 2016 pukul 17.40

Apakah harus menjarak, agar kau rindu padaku? Jika iya baiklah, kan ku bunuh kau dalam kerinduan, itupun kalau aku tega melihatmu sendirian :P

Reply
avatar
Laras delete 24 Januari 2016 pukul 09.04

Widih. Kak Emi lagi.
Diksinya makin kece euy.

Reply
avatar
Unknown delete 26 Januari 2016 pukul 12.41

Jarak terkadang memang diperlukan, untuk menyemai rindu.

Reply
avatar
Laras delete 26 Januari 2016 pukul 15.04

Asik asik. Thanks yo WId, sudah mampir,

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post