Rabu, 16 Desember 2015

author photo
bentar Dibaca


Kepada Aan Mansyur,

Mungkin surat ini tak sampai padamu dengan semestinya. Aku bukanlah Nantimu yang tak kenal teknologi dan memilih menggunakan kartu pos untuk berkomunikasi denganmu. Maaf, aku lebih memilih sosial media, layaknya sebuah selimut yang kau gunakan ketika cuaca sedang dingin.

Surat ini datang sebagai sebuah protes dari  seorang pembaca kepada penulisnya. Kepada seorang Aan Mansyur karena telah menuliskan novel gila dengan banyak catatan kaki.

Jujur, aku agak terganggu dengan catatan kaki itu, membuatku gagal fokus. Mengapa tak kau masukkan saja catatan kaki itu ke dalam lautan diksimu, menjadi bagian dari alur ceritamu. Aku sangat terganggu karena harus mengatur mataku ke bawah dan ke atas terlalu sering. Yang paling aku jengkelkan adalah, aku tak bisa menikmati tulisanmu dengan baik. Catatan kaki itu layaknya perempuan yang menikung pasanganku dengan sengaja. Itu menakutkan.

Aku tak pernah tahu surat ini akan sampai padamu atau tidak. Tapi jika suatu saat aku menemukan surat ini, tolong balas jika sempat. Terima kasih karena kau telah menjadi LELAKI TERAKHIR YANG MENANGIS DI BUMI dan juga ceritanya. Anggap saja ini hoax jika kau tak terima.

Salam,
Pembacamu

NB. 
Tulisan ini pernah dimuat di akun path sebelumnya

This post have 2 comments

avatar
Unknown delete 18 Desember 2015 pukul 19.31

MENUNGGU...
itu memang sangat KEJAM
apalagi menunggu sesuatu yang belum ada KEPASTIAN
pastilah akan menjadikan sebuah kata KESEPIAN
dan itu akan lebih BIADAB
dan akan sangat terasa sebagai sebuah PENDERITAAN

#by Awie

Reply
avatar
Laras delete 29 Desember 2015 pukul 19.08

Thanks udah berkenan mampir.

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post