Kepada Aan Mansyur,
Mungkin surat ini tak sampai padamu dengan semestinya. Aku
bukanlah Nantimu yang tak kenal teknologi dan memilih menggunakan kartu pos
untuk berkomunikasi denganmu. Maaf, aku lebih memilih sosial media, layaknya
sebuah selimut yang kau gunakan ketika cuaca sedang dingin.
Surat ini datang sebagai sebuah protes dari seorang pembaca kepada penulisnya. Kepada
seorang Aan Mansyur karena telah menuliskan novel gila dengan banyak catatan
kaki.
Jujur, aku agak terganggu dengan catatan kaki itu, membuatku
gagal fokus. Mengapa tak kau masukkan saja catatan kaki itu ke dalam lautan
diksimu, menjadi bagian dari alur ceritamu. Aku sangat terganggu karena harus
mengatur mataku ke bawah dan ke atas terlalu sering. Yang paling aku jengkelkan
adalah, aku tak bisa menikmati tulisanmu dengan baik. Catatan kaki itu layaknya
perempuan yang menikung pasanganku dengan sengaja. Itu menakutkan.
Aku tak pernah tahu surat ini akan sampai padamu atau tidak.
Tapi jika suatu saat aku menemukan surat ini, tolong balas jika sempat. Terima
kasih karena kau telah menjadi LELAKI TERAKHIR YANG MENANGIS DI BUMI dan juga
ceritanya. Anggap saja ini hoax jika kau tak terima.
Salam,
Pembacamu
NB.
Tulisan ini pernah dimuat di akun path sebelumnya
This post have 2 comments
MENUNGGU...
Replyitu memang sangat KEJAM
apalagi menunggu sesuatu yang belum ada KEPASTIAN
pastilah akan menjadikan sebuah kata KESEPIAN
dan itu akan lebih BIADAB
dan akan sangat terasa sebagai sebuah PENDERITAAN
#by Awie
Thanks udah berkenan mampir.
ReplyEmoticonEmoticon