Kemarin Nara ngabarin kami kalo ayahnya meninggal. Saya yang sejak pagi lagi breakdown agak shock dengernya. Saya enggak bisa datang buat melayat langsung di Jogja karena suatu hal dan akhirnya hanya bisa mengirim teks bela sungkawa ke Nara. Pada hari yang sama, saya sudah terlanjur janji untuk menengok bayi sahabat saya. Bayi sahabat saya ini sudah berusia dua bulan dan dia sangat lucu. Saya berusaha keras untuk bangun, mandi, sarapan walaupun terlambat dan membungkus kado untuk si bayi yang sudah saya beli beberapa hari yang lalu. Sekitar jam 11 siang, saya berangkat menengok bayi setelah dijemput Saroh.
Hidup akan selalu berputar. Manusia lahir dan mati bergantian. Mungkin seperti itu juga perasaan-perasaan baik akan berganti jadi buruk suatu saat nanti. Juga perasaan-perasaan jahat dan buruk tetap akan berganti jadi perasaan baik. Tuhan enggak bakal ngebiarin makhluknya untuk ada di posisi itu terus-menerus. Dia enggak akan ngebiarin saya dan manusia-manusia lain terus-terusan ada di posisi bawah. Nanti akan ke atas juga, muter juga.
Saya enggak akan bilang kalo saya sedang baik-baik saja. Saya sedang memiliki perasaan jahat dan saya berusaha untuk enggak denial. Semakin saya menolak perasaan sedih, saya akan semakin menderita. Jadi, yang bisa saya lakukan adalah, saya peluk perasaan jahat ini baik-baik. Saya izinkan diri saya untuk menangis, saya izinkan diri saya untuk marah. Saya izinkan diri saya untuk bisa menikmati semua emosi ini karena itu adalah bagian dari diri saya yang harus saya terima. Saya bilang ke diri saya: sudah cukup. Sudah cukup saya nyalahin diri saya sendiri. Sudah cukup kamu merasa enggak berharga. Sudah cukup. Sudah selesai.
Saya pernah mencintai seseorang. Sudah sejak awal, saya selalu benci tiap saya jatuh cinta. Saya adalah pecinta yang tolol dan kadang tidak tahu diri. Tiap saya jatuh cinta, saya enggak pernah bisa handle diri saya sendiri dengan baik. Ini masalah yang cukup serius karena saya adalah tipikal perempuan yang cukup logis dan penuh pertimbangan. Ketika sudah memutuskan untuk jatuh cinta, saya akan menyakiti diri saya sendiri dan berakhir dengan menyakiti orang yang saya cintai.
Orang terakhir yang saya putuskan untuk saya jatuhi cinta adalah seseorang yang sangat rumit. Isi kepalanya seperti ribuan keping puzzle yang tercerai berai. Dia seorang taurus yang tanpa dia punya predikat zodiak itu, dia akan tetap jadi manusia yang complicated dan keras kepala. Saya menyukai dia karena dia memiliki kepribadian yang menarik dan dia bisa mendebat saya. Saya suka berdebat. Oke, mungkin debat bukan bahasa yang tepat, tapi saya lebih suka menyebutnya omong kosong. Saya suka berbicara omong kosong semacam untuk memecahkan sisa overthinking kemarin sore setelah melihat ulat pohon. Dia kemarin bisa menghandle omong kosong dan pikiran saya yang aneh ini dan mungkin karena alasan ini, saya mulai benar-benar mencintainya sampai setengah gila. Saya merasa dia bisa menerima saya dengan baik dan itu sudah lebih dari cukup.
Sayangnya, hubungan kami enggak bisa bertahan lama. Pada akhirnya saya capek nyatuin puzzle yang tercerai berai. Saya rasa, dia juga tidak bisa menerima dan mencintai saya lagi jadi untuk apa saya bertahan. Mumpung ini belum terlalu jauh, jadi lebih baik kalo saya bisa akhiri secepatnya. Saya tidak peduli lagi walaupun saya sangat mencintai dia dan saya bakal patah hati. Saya paham, semua kata-katanya waktu itu seperti pedang yang nusuk saya berkali-kali. Itu mending kalo saya langsung mati, tapi ini kayak siksa neraka. Dibunuh tapi enggak mati, sekarat aja enggak. Kerasanya baru beberapa jam setelah kami mengakhiri pertengkaran di telepon. Esoknya, giliran saya yang ambil samurai dan balas dendam. Tapi misi balas dendam ini rupanya lebih menyakiti saya. Saya buang-buang waktu.
.
Satu hal setelah semua ini selesai, saya hanya harus kembali kepada diri saya sendiri. Saya hanya perlu kembali mencintai diri saya kembali seperti sebelumnya lalu fokus dengan hidup saya. Saya menerima jika saya kecewa, saya sedih, saya marah sama dia. Penerimaan-penerimaan ini yang bisa bikin semua ini menjadi lebih mudah. Saya berusaha untuk tidak membenci dia karena itu hanya akan menguras energi saya. Saya berhenti mendoakan dia jadi gay seperti becandaan saya ke dia sebelumnya. Saya ralat doa saya ke Tuhan, jika kemarin-kemarin doa saya itu cuman becanda doang kok. Tuhan pasti ngerti dan saya berdoa kalo Tuhan juga jangan becanda bikin dia gay. Saya maafin dia dan menganggap dia hanyalah seseorang yang datang untuk mengajari saya hal baru meskipun hanya sebentar.
.
Saya inget, pas malam saya overthinking, saya menelpon stranger. Dia bilang ke saya jika lawan cinta itu bukan benci, tapi abai. Sekarang, saya ada di fase abai. Bodo amat! Terakhir, saya hanya ingin menekankan pada diri saya sendiri bahwa saya enggak pernah menyesali keputusan mencintai dia. Saya tidak pernah menyesali mengambil keputusan untuk segera mengakhiri hubungan ini hanya demi memprioritaskan diri saya. Saya hanya tidak mengizinkan orang lain untuk menyakiti saya terlalu jauh. Kemarin-kemarin itu hanya sedikit ketololan saja. Kita pernah tolol dan itu enggak papa.
Catatan Akhir Tahun 2020
bentar Dibaca
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon