Udah berapa lama kamu rebahan?
Hehe.
Jadi sekitar awal bulan Maret, saya sempat ngobrol dengan
tetangga Abang saya mengenai kemungkinan lockdown akibat pandemi covid 19. Saat
itu, pasien positif korona masih tak sebanyak sekarang dan ada satu pembicaraan
unik yang sangat saya ingat sampai sekarang. Tetangga saya itu namanya Kak
Rina, seorang mualaf dari suku Dayak. Satu satu obrolan yang saya ingat banget
adalah, “Kak, kalo sampe Indonesia lockdown, kita masih bisa makan. Ada pisang,
ada papaya, singkong dan sayuran yang ditanam di sekitaran rumah.”
“Iya,” dia bilang, “yang penting ada beras. Kalo sayuran
habis, kita masih bisa makan pucuk daun karet muda.”
Saya tercengang, “emang bisa dimakan?”
“Bisa. Rasanya kayak daun singkong.”
Saya sempat tertawa dan mengira perkataannya sarkastik.
Tempat abang saya tinggal memang banyak orang yang mempunyai kebun karet. Abang
saya memang tinggal di daerah, sekitar 4 jam dari Kota Pontianak. Kebanyakan
warga di sini tak kesulitan soal makanan karena cukup dekat dengan hutan. Di
hutan banyak buah-buahan, daun pakis dan tanaman lain yang bisa dikonsumsi. Bahkan
jika menjelang akhir sampai awal tahun adalah saat yang tepat untuk pesta
durian dan buah-buaan lokal.
Saya enggak ngerti kapan pandemi ini berakhir. Tapi melihat bagaimana pemerintah dan masyarakat
menanggapi covid 19, saya enggak yakin pandemi ini akan selesai dalam waktu
dekat. Saya sempat memikirkan kemungkinan terburuk yang akan semua orang
hadapin di seluruh dunia, salah satunya adalah bencana kelaparan. Dari awal
pandemi ini muncul, panic buying sudah terjadi di mana-mana, Saat ini, banyak
pekerja yang kena PHK dan nyaris semua aktivitas dilakukan di rumah untuk
memutus penularan covid 19. Yang jelas,
dari awal sudah terbaca dengan jelas, ekonomi lama-lama makin terpuruk. Petani
dan pabrik sebagai produsen makanan, saya enggak sebegitu yakin, apakah mereka
akan tetap beroperasi mengingat covid 19 sudah masuk mulai dari kota sampai
pelosok desa.
Suatu hari, saya nelpon Ibu saya. Saya bertanya ke Ibu,
apakah di rumah punya stok makanan yang cukup. Tapi Ibu cerita kalo dia
memelihara ayam yang berjumlah 8 ekor, ada pohon singkong di sekitaran rumah yang
bisa dipetik daunnya setiap hari. Ibu saya juga menanam ketela rambat di pekarangan
rumah dan juga tiga buah pohon buah naga yang enggak pernah berhenti berbuah.
Ibu saya juga cerita kalo di kulkas ada empat kilo udang tambak dari pemberian
tetangga. Well, saya bersyukur sekali Ibu saya punya stok makanan yang banyak. Rumah
saya di Jawa memang kebetulan luas sekali, jadi bisa ditanami tanaman.
Saya ingat, saya pernah menulis cerpen berjudul kemarau.
Kemarau sendiri bercerita tentang seorang anak manusia dan seekor monyet yang
berebut setandan pisang sebagai satu-satunya makanan yang tersisa setelah
kemarau yang begitu panjang. Tanaman sudah tak tumbuh dan sumber air begitu
kering. Akibat kemarau panjang ini, harga sekarung beras sama dengan sebidang tanah. Ini ironi, tapi saya
belajar bahwa kejadian-kejadian ini mungkin saja terjadi.
Namun yang berbeda, walaupun pandemi dan kemarau sama-sama
musibah, tapi kita lebih bisa bertahan hidup ketika menghadapi covid 19 asalkan
kita punya tanah dan air. Kita beruntung tinggal di Indonesia yang beriklim
tropis dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tanaman apapun bisa tumbuh
di negara ini. Untuk keperluan menghemat pengeluaran selama pandemi, cobalah
untuk menanam sayuran di rumah untuk enam bulan ke depan. Kangkung atau bayam hanya
butuh waktu kurang lebih sebulan untuk bisa dikonsumsi. Ini lebih hemat dan
sehat daripada musti mengonsumsi mie instan sepanjang pandemi.
Oke, barangkali ide menanam sayuran terdengar naif terutama
bagi masyakarat yang tinggal di kota yang konon katanya enggak punya lahan dan
sering kebanjiran. Saya sebelumnya juga berpikiran sama sampai akhirnya saya
menemukan sebuah sebuah channel youtube Kimbab Family. Kimbab Family adalah
sebuah keluarga dari pasangan Korea-Indonesia yang tinggal di sebuah apartemen
di tengah Kota Seoul. Namun yang menarik perhatian saya adalah, Kimbab Family
ini membuat kebun di apartemennya yang berada di lantai dua. Mereka menanam
banyak tanaman mulai dari jagung, daun bawang, labu, dan lain-lain.
Berkaca
dari Kimbab Family, harusnya lahan yang sempit enggak jadi alasan buat
berkebun. Ada banyak cara menanam, salah satunya adalah dengan hidroponik yang
hanya memerlukan air dan paralon. Syukur-syukur kita bisa memelihara ikan juga
di akuarium buat jaga-jaga kalo pandemi ini ternyata akan lebih panjang.
Well, saya berharap pandemi ini juga segera berakhir. Tinggal
di rumah cukup lama ternyata membuat otak saya lama kelamaan konslet. Saya terlalu
banyak mengakses informasi di social media dan yang terjadi adalah, pikiran
saya jadi overload. Saya juga udah kangen ngobrol di warung kopi sama teman
saya. Kita pengen pandemi ini segera
berakhir dan kita bisa beraktivitas dengan normal kembali, jadi tolong di rumah
aja, ya.
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon