Minggu, 19 April 2020

author photo
bentar Dibaca


Udah berapa lama kamu rebahan? Hehe.

Jadi sekitar awal bulan Maret, saya sempat ngobrol dengan tetangga Abang saya mengenai kemungkinan lockdown akibat pandemi covid 19. Saat itu, pasien positif korona masih tak sebanyak sekarang dan ada satu pembicaraan unik yang sangat saya ingat sampai sekarang. Tetangga saya itu namanya Kak Rina, seorang mualaf dari suku Dayak. Satu satu obrolan yang saya ingat banget adalah, “Kak, kalo sampe Indonesia lockdown, kita masih bisa makan. Ada pisang, ada papaya, singkong dan sayuran yang ditanam di sekitaran rumah.”

“Iya,” dia bilang, “yang penting ada beras. Kalo sayuran habis, kita masih bisa makan pucuk daun karet muda.”

Saya tercengang, “emang bisa dimakan?”

“Bisa. Rasanya kayak daun singkong.”

Saya sempat tertawa dan mengira perkataannya sarkastik. Tempat abang saya tinggal memang banyak orang yang mempunyai kebun karet. Abang saya memang tinggal di daerah, sekitar 4 jam dari Kota Pontianak. Kebanyakan warga di sini tak kesulitan soal makanan karena cukup dekat dengan hutan. Di hutan banyak buah-buahan, daun pakis dan tanaman lain yang bisa dikonsumsi. Bahkan jika menjelang akhir sampai awal tahun adalah saat yang tepat untuk pesta durian dan buah-buaan lokal.
Saya enggak ngerti kapan pandemi ini berakhir.  Tapi melihat bagaimana pemerintah dan masyarakat menanggapi covid 19, saya enggak yakin pandemi ini akan selesai dalam waktu dekat. Saya sempat memikirkan kemungkinan terburuk yang akan semua orang hadapin di seluruh dunia, salah satunya adalah bencana kelaparan. Dari awal pandemi ini muncul, panic buying sudah terjadi di mana-mana, Saat ini, banyak pekerja yang kena PHK dan nyaris semua aktivitas dilakukan di rumah untuk memutus penularan covid 19.  Yang jelas, dari awal sudah terbaca dengan jelas, ekonomi lama-lama makin terpuruk. Petani dan pabrik sebagai produsen makanan, saya enggak sebegitu yakin, apakah mereka akan tetap beroperasi mengingat covid 19 sudah masuk mulai dari kota sampai pelosok desa.

Suatu hari, saya nelpon Ibu saya. Saya bertanya ke Ibu, apakah di rumah punya stok makanan yang cukup. Tapi Ibu cerita kalo dia memelihara ayam yang berjumlah 8 ekor, ada pohon singkong di sekitaran rumah yang bisa dipetik daunnya setiap hari. Ibu saya juga menanam ketela rambat di pekarangan rumah dan juga tiga buah pohon buah naga yang enggak pernah berhenti berbuah. Ibu saya juga cerita kalo di kulkas ada empat kilo udang tambak dari pemberian tetangga. Well, saya bersyukur sekali Ibu saya punya stok makanan yang banyak. Rumah saya di Jawa memang kebetulan luas sekali, jadi bisa ditanami tanaman.  

Saya ingat, saya pernah menulis cerpen berjudul kemarau. Kemarau sendiri bercerita tentang seorang anak manusia dan seekor monyet yang berebut setandan pisang sebagai satu-satunya makanan yang tersisa setelah kemarau yang begitu panjang. Tanaman sudah tak tumbuh dan sumber air begitu kering. Akibat kemarau panjang ini, harga sekarung beras sama  dengan sebidang tanah. Ini ironi, tapi saya belajar bahwa kejadian-kejadian ini mungkin saja terjadi.

Namun yang berbeda, walaupun pandemi dan kemarau sama-sama musibah, tapi kita lebih bisa bertahan hidup ketika menghadapi covid 19 asalkan kita punya tanah dan air. Kita beruntung tinggal di Indonesia yang beriklim tropis dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Tanaman apapun bisa tumbuh di negara ini. Untuk keperluan menghemat pengeluaran selama pandemi, cobalah untuk menanam sayuran di rumah untuk enam bulan ke depan. Kangkung atau bayam hanya butuh waktu kurang lebih sebulan untuk bisa dikonsumsi. Ini lebih hemat dan sehat daripada musti mengonsumsi mie instan sepanjang pandemi.

Oke, barangkali ide menanam sayuran terdengar naif terutama bagi masyakarat yang tinggal di kota yang konon katanya enggak punya lahan dan sering kebanjiran. Saya sebelumnya juga berpikiran sama sampai akhirnya saya menemukan sebuah sebuah channel youtube Kimbab Family. Kimbab Family adalah sebuah keluarga dari pasangan Korea-Indonesia yang tinggal di sebuah apartemen di tengah Kota Seoul. Namun yang menarik perhatian saya adalah, Kimbab Family ini membuat kebun di apartemennya yang berada di lantai dua. Mereka menanam banyak tanaman mulai dari jagung, daun bawang, labu, dan lain-lain.

Berkaca dari Kimbab Family, harusnya lahan yang sempit enggak jadi alasan buat berkebun. Ada banyak cara menanam, salah satunya adalah dengan hidroponik yang hanya memerlukan air dan paralon. Syukur-syukur kita bisa memelihara ikan juga di akuarium buat jaga-jaga kalo pandemi ini ternyata akan lebih panjang.   

Well, saya berharap pandemi ini juga segera berakhir. Tinggal di rumah cukup lama ternyata membuat otak saya lama kelamaan konslet. Saya terlalu banyak mengakses informasi di social media dan yang terjadi adalah, pikiran saya jadi overload. Saya juga udah kangen ngobrol di warung kopi sama teman saya.  Kita pengen pandemi ini segera berakhir dan kita bisa beraktivitas dengan normal kembali, jadi tolong di rumah aja, ya.

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post