Kamis, 05 Juli 2018

author photo
bentar Dibaca

Beberapa bulan yang lalu, saya mendengar informasi soal kedai kopi yang sangat terkenal tak jauh dari tempat saya tinggal. Menurut informasi yang saya terima, kedai kopi ini terkenal sampai ke penjuru dunia. Konon katanya pula, Pak Jokowi pernah mampir ke sana untuk mencicipi kopi yang katanya juga, satu cangkir kopinya dijual sampai 70an ribu. Saya sempet kaget juga. Emang itu kopi apaan kok bisa semahal itu.

Berbekal jam pulang kantor yang lebih cepat dari biasanya, saya menyetir motor ke barat untuk menuju kedai kopi itu. Lokasinya di Desa Pucangan, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Sebelumnya saya cari dulu di google untuk memastikan kedai kopi itu bukan mitos belaka. Saya masih agak sedikit enggak yakin sih sama kopi dari kebumen yang katanya terkenal banget. Wajar karena Kebumen adalah kawasan pesisir. Dan kopi biasanya tumbuh di dataran tinggi.

Tapi semua ketidakyakinan saya punah ketika saya sampai ke kedai kopi itu. Namanya Yuam Coffee Roasted. Kedatangan saya disambut sebuah bangunan asri di tengah pedesaan yang jalanannya saja tidak terlalu ramai kendaraan berlalu lalang. Kursi dan mejanya terbuat dari kayu dan juga ada sebuah angklung yang menyambut saya di pintu masuk. Saya disapa oleh seseorang yang tak lama kemudian saya baru tahu kalo dia adalah barista di kedai itu. Namanya Mas Untoro.
Mas Yuri dan kedai kopinya

Saya langsung duduk di kursi bar dan langsung bilang, "saya baru tahu ada tempat ginian di sini."

Seseorang yang duduk di kursi sebelah bar yang tengah asik dengan laptopnya langsung tanya asal saya dari mana. Saya bilang kalo saya tinggal di Mirit. Mendengar jawaban saya, dia langsung bilang, "ada orang dari 20 negara jauh-jauh ke sini buat kopi. Masa kamu yang anak lokal enggak tahu."

Orang yang berkata itu rupanya owner Yuam Coffee, namanya Mas Yuri Dulloh. Dialah orang yang sejak tahun 2009 lalu memproduksi kopi Kebumen. Mendengar gurauannya, saya merasa ditampar karena tak mengenal potensi daerah saya dengan baik. Sebelumnya daerah Ambal sangat terkenal dengan sate ambalnya yang legendaris. 

Mas Untoro ngasih saya daftar menu dan ketika saya lihat, ternyata harga kopinya cukup terjangkau. Mulai dari 8ribuan. Karena saya masih awam soal kopi yang ada di sana, saya langsung minta rekomendasi kopi yang paling khas. 

"Yang paling rekomen itu ice coffee bamboo, Mba."

"Pake kopi apa?"

"Ada kopi Wamen (Jawa Kebumen), Kopi nongko, Kopi Bica Bumen, dan lain-lain. Semuanya asli dari Kebumen. Kalo saran saya pilih kopi nongko aja, Mba. Dulu kopinya enggak laku, sekarang dikejar-kejar saking mahalnya."
Kopi yang bisa kamu pilih

Saya melongo beberapa saat, tapi tak akhirnya tak terlalu heran mengingat tempat ini pernah dikunjungi orang-orang dari 20 negara dan semenjak kafe ini dibuka, pengunjung dari luar negeri semakin banyak.

"Nyeduhnya pake bambu, Mba.”
Mas Untoro si Barista

Dia langsung menunjukkan potongan bambu seukuran gelas dengan, bawahan bambu yang sudah dilubangi kecil-kecil. Saya langsung melihat proses brewing menggunakan bambu itu. Perlahan-lahan, cairan kopi pekat keluar dari lubang. Hasil tetesan kopi itu kemudian dikocok sampai berbusa. Selain kopi yang saya pesan, bambu ini juga bisa digunakan untuk membuat kopi lain seperti latte art.
Kopi pesanan saya disajikan dengan gelas wine dengan foam yang memenuhi permukaannya. Penyajiannya bagus. Saya sempat tertawa begitu kopi yang saya pesan sudah ada di depan mata.
Ice Coffe Bamboo

"Emang. Jangan salah yak, konsepnya ini dari Moscow. Bulan depan saya ke Moscow buat presentasi kopi untuk yang kedua kali."

Wah, saya makin takjub.

Setelah mengambil gambar, saya akhirnya mencicipi kopi itu. Saya udah nyobain banyak kopi baik yang dibuat mesin atau manual, tapi kopi ini enggak ada rasa asem-asemnya. Rasanya sangat lembut begitu cairan kopi ini sampai mulut. Ada rasa sedikit pahit, lalu rasa pahit itu menghilang dan menyisakan sesuatu yang lebih mirip saat menelan krim rasa kopi.

"Wah, enak, Mas."

"Iya dong. Saya nanam kopi juga loh di desamu. Tapi kemarin kena banjir. Trus gagal."

"Daerah mana?"

"Utara Jalan Deadles. Kemarin kan kebanjiran."

"Oh, itu kan sawah deket rumah saya yang kebanjiran. Kalo mau nanem di pekarangan rumah saya aja, Mas. Bebas banjir," saya menggoda, "eh, bisa kan ditanem di pekarangan rumah?"

"Bisa dong. Itu di sebelah bar ada taneman kopinya."

Saya langsung diajak berkeliling di samping rumah dan langsung ditunjukkan kebun kopi yang tidak terlalu luas. Mas Yuam langsung menjelaskan kopinya satu persatu.
Kebun kopi di samping kafe


"Ini arabika, atasnya saya sambung wamen. Nih liat, buahnya jadi sebesar pete."

Dia langsung memetikkan beberapa kopi dan langsung memberikan kepada saya. Dia menjelaskannya dengan cepat dan semua informasi itu hanya berputar di kepala saya tanpa sempat saya simpan dengan baik. Tapi saya bahagia sekali ketika saya diajak berkeliling ke kebun kopinya.
Kopi arabika dan kopi hasil sambungan sebesar pete


"Kalo mau nanem yang arabica. Tiga bulan udah berbunga."

"Yaudah, Mas. Invest bibit ke saya boleh deh," saya menggodanya lagi.

"Ya boleh aja. Kita signing contract, kalo udah panen, kamu harus jual ke saya."

"Wah itu gampang aja sih, asal harga ditentukan pasar."

Mas Yuri ketawa lagi.

Saya langsung diajak masuk ke kafe, lalu dia menunjukkan kopi-kopi yang udah dikupas dan direndam air. Dia menjelaskan lagi kopinya dan katanya harga kopi wamen itu 2500 rupiah per biji.

"Tuh, kamu mau beli berapa biji?"

"Lima biji aja deh, Mas."

Dia lalu menunjukkan kopi luwak dan bikin saya terheran-heran lagi. Mas Yuri totalitas banget menurut saya. Dia sampe melihara luwak juga.
Kopi luwak 
Kopi seharga 2500 rupiah/biji


Pembericaraan saya makin seru manakala Mas Yuri cerita soal keluarga Arab yang katanya manen kopi di sini, lalu sisanya dia yang memproses. Sekarang kopi itu udah kering dan ditaruh di atas tampah.

"Kopi yang dipanen merah di pohon, kalo udah kering, dalemnya warnanya abu-abu dan agak transparan. Ini kualitasnya bagus," Dia menunjukkan sebutir biji kopi, "dan kopi punya orang Arab ini bakal saya kirim ke Jakarta. Dan kalo kopi ini diseduh dan kalo diminum, efeknya jadi pengen gelut. Kalo kopi nangka yang kamu pesen tadi itu malah bisa bikin kamu ngantuk."
Dia menjelaskan begitu serius sampe pengunjung lain tertawa mendengar pembicaraan kami. Untungnya sih pengunjung kedai waktu itu enggak telalu ramai.

Setelah pembicaraan yang seru itu, saya kembali lagi ke bar, menghabiskan sisa kopi saya. Mas Yuri mulai sibuk dengan pelanggan lain dan saya memilih untuk memesan bambu dan kopi nongko. Sengaja saya beli yang roasted bean biar kalo diseduh di rumah bisa selalu fresh.  Untuk informasi saja, bambunya bisa diukir sesuai pesanan. Harganya relatif terjangkau, mulai 20an ribu tergantung ukuran.Tapi saya enggak mau nulisin nama saya di sana. Saya hanya pesan minta dituliskan nama kafe dan juga logo burung hantu yang khas itu. Oh ya, harga kopinya juga relatif terjangkau. Mulai dari 20an ribu per 50 gram. Saya beli yang 100 gram seharga 30ribu.

Bambu yang digunakan untuk brewing

Berhubung hari sudah sore, saya izin pamit. Mas Yuri juga ngasih tahu saya kalau antara tanggal 19-21 akan diadakan festival di kedainya. Katanya, pengunjungnya banyak yang dari luar negeri. Dia berjanji bakal ngabarin saya tanggal pastinya. Oh ya, saya juga dikasih satu pohon kopi arabica buat ditanam. Saya juga minta Mas Yuri kapan-kapan main ke rumah untuk lihat pekarangan rumah saya. Sepertinya jadi petani kopi bakal menarik.

This post have 10 comments

avatar
johanes jonaz delete 6 Juli 2018 pukul 08.13

ini yang pernah kamu ajak aku itu ya? pas sarapan? ketemuan sama temanmu itu

Reply
avatar
Ken Saskara delete 6 Juli 2018 pukul 08.20

Jadi pingin nyoba kopi Wamen

Reply
avatar
Laras delete 6 Juli 2018 pukul 16.20

Oh, bukan, Jon. Kalo yang di Purwokerto itu namanya warag. Ini deket rumahku.

Reply
avatar
Nasirullah Sitam delete 20 Desember 2018 pukul 10.16

Menarik ini. Saya punya teman penyeduh kopi rumahan asal Kebumen, tapi belum pernah cerita perihal kopi di tempatnya. Padahal hampir tiap bulan kami kumpul di kedai kopi sambil ngomongin wisata.

Reply
avatar
Tutut Laraswati delete 9 Januari 2019 pukul 11.20

Halo, Mas. Kedai ini baru buka pertengahan tahun 2018 lalu, jadi masih sangat baru. Tapi sekarang sudah cukup terkenal kok. Silahkan mampir :)

Reply
avatar
Unknown delete 21 Desember 2019 pukul 23.17

Waaowww dari dulu aku cuma dengar tentang kopi itu dan penasaran.. suatu saat kesitu.

Reply
avatar
Tutut delete 30 Januari 2020 pukul 20.25

iya. Datang aja sekalian belajar kopi di sana. Mas Yuri enak diajak ngobrol kok.

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post