Ada yang akan hilang dari pandanganku. Kamu. Sesuatu telah berubah. Atau mungkin waktu yang sudah mengubahnya pelan-pelan. Kamu sudah tak lagi sama. Aku sudah berbeda. Entah, rasanya ada jarak yang menghalangi kita untuk kembali dekat.
Aku masih duduk di kereta. Jarak Sidoarjo-Purwokerto sudah sangat membuatku bosan. Di pangkuanku masih ada sebuah novel berjudul Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Novel itu yang menyumpal kebosananku.
Senja ke arah Barat telah membuatku kalah. Aku gagal memahami diriku sendiri. Memahami kamu. Memahami kita. Memahami semuanya.
Kita terlanjur terjebak dengan sesuatu yang menyebalkan. Aku dihadapkan dengan pilihan yang berat. Aku ingin tetap menjadi idealis, tapi hidup telah memaksa kita untuk realistis. Aku skeptis keduanya bisa sejalan. Kalaupun bisa, aku harus membanting stir terlalu ke kanan, lalu berbalik ke kiri, kemudian menunggu waktu yang berputar begitu lambat.
Kamu mengatakan padaku untuk idealis. Tapi orang-orang berteriak padaku, angin berteriak, daun-daunan berteriak, lalu semua berteriak, menyuruhku untuk melihat kenyataan.
Kamu sudah berubah. Kamu sudah tak lagi sekuat dulu. Kamu menangis sesenggukan, memintaku untuk tak perlu pergi. Kamu memintaku untuk membesarkan apa-apa yang sudah kita mulai dulu.
"Dengar," lidahku tercekat. "Kupikir sudah saatnya aku pergi. Aku hanya akan menjadi sampah di sini."
"Tapi kamu sudah berjanji untuk tetap di sini, kan?"
Aku membuang muka, mencoba mengalihkan mataku dari wajah ayumu yang terlanjur basah.
"Aku harus realistis." jawabku setengah yakin.
Kamu menunduk, membiarkan air matamu jatuh perlahan ke tanah. Kurasa perasaanmu menjadi begitu ringkih, tak sekuat dulu.
Lamunanku mendadak menghilang. Terowongan panjang menggelapkan seluruh gerbong. Aku masih berjalan ke arah Barat, dengan senja dan tanaman padi di balik jendela kereta.
Aku sedang sibuk memikirkanmu dan memikirkan hal lain. Sampai saat ini aku masih belum menentukan pilihan untuk bertahan atau aku harus berlalu.
Kuharap kamu menahanku untuk menjaga idealismeku. Tapi sayangnya aku tak yakin kamu melakukannya.
Kupandang lagi novel karya Murakami dengan mata setengah sayu. Novel setebal 426 halaman itu telah mempengaruhiku untuk tetap pergi.
2015.02.05
05.21 pm
On the train
Picture by: thequantumcompass.com
This post have 4 comments
Tiap baca tulisan tentang cinta apalagi yang ke arah galau gitu, pasti sampe merinding bacanya. Termasuk yang ini, keren, ngena ke hati hehe. :D
ReplyMakasih banyak Kang Deden.
ReplyTulisan tentang cinta dan keputusan harus memilih. Hadeuh Jadi ingat masa lalu #cieelah #ahay
ReplyHehe. Makasih Mas Brian udah kunbal. Hehe.
ReplyEmoticonEmoticon