Rabu, 13 Januari 2016

author photo
bentar Dibaca

Kepada lelaki gila
Addar Adelard,

Kuharap kamu tak pernah kehilangan alasan untuk menungguku. Maaf jika surat ini datang sedikit terlambat.  Surat terbukamu sudah kubaca seminggu yang lalu. Aku kaget ketika semua orang membicarakanku dan ayahku, Terima kasih banyak karena telah membuatku begitu terkenal di kampus. Terima kasih banyak pula telah membuat ayahku menjadi bahan lelucon di media sosial dan di kantornya.

Addar, aku menghilang bukan karena sebab. Dalam empat bulan aku harus menyelesaikan tesisku. Semua alat komunikasiku disita.  Kamu tahu, ayahku sudah mengultimatum, jika aku gagal tahun ini, aku dipaksa akan dijodohkan dengan laki-laki pengusaha garmen, anak dari sahabat ayahku. Alasan ayahku sederhana, dia mapan, dia ganteng, dia pintar dan yang paling penting adalah dia lulusan Harvard dengan IPK nyaris empat koma nol.

Kata ayahku lagi, dia bisa membuat pakaian yang indah, yang bisa membuatku cantik. Sedangkan kamu (kata ayahku), isi buku filsafat, sastra, politik, dan kawan-kawannya yang terlanjur masuk dalam kepalamu itu hanya akan membuatku lupa diri, lupa mandi dan betah berlama-lama duduk di atas sofa tua di bawah pohon rambutan di depan rumahmu. Untuk kejujuran ayahku ini, kuharap kamu tak tersinggung.

Kata ayahku, aku teramat merindukanmu. Kukatakan ini pada ayahku agar alasanku menjadi objektif sehingga bisa membuatmu percaya. Entah, bahkan untuk urusan rindu-merindu, kangen-kangenan, kamu menjadi bahkan harus skeptis. Laki-laki gila macam apa kamu ini.

Sekarang tesisku masih harus berlanjut. Profesor yang membimbingku terlalu kolot. Aku bahkan harus bolak-balik kampus, lembur, membaca diktat tebal dengan front size yang super kecil untuk bahan revisiku. Gila, aku bahkan memperjuangkanmu mati-matian Tuan Addar Adelard bahkanketika kamu tiba-tiba mengancamku.

Semoga surat ini tak terlalu terlambat. Kuharap kamu masih menunggu kabarku. Tapi, jika kamu sudah memutuskan untuk mencintai perempuan lain, aku juga akan memutuskan untuk tidak menyelesaikan tesisku. Dan konsekuensinya adalah kita akan sama-sama saling kehilangan.

Jika kamu masih berkenan menungguku, mari kita bertemu esok awal September saat hujan turun untuk pertama kali. Kamu tak perlu membawakan masakan ibumu. Cukup ciptakan pembicaraan yang bisa membuatku tertawa lepas. Hanya itu.

Salam kangen,
Adia Danakitri

Catatan tambahan:
Kuharap kamu tak menulis surat terbuka lagi dan membawa-bawa nama ayahku dalam masalah ini.

------
Note: Baca surat untuk Adya Danakitri di sini 

This post have 2 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post