Jumat, 08 Januari 2016

author photo
bentar Dibaca

Nyaris semua penulis fiksi suka hujan, namun tidak buatku. Hujan telah membuatku terperangkap dalam ingatan yang menyakitkan. Jauh lebih menyakitkan dari yang orang pikirkan.

Semuanya hanya gara-gara perempuan itu. Ya, perempuan yang seringkali mendadak muncul ketika hujan turun dengan payungnya yang berwarna-warni. Seumur-umur tinggal di sini, baru sekali ini aku melihatnya. Oh my God, bagiku dia adalah bidadari yang muncul ketika bumi sedang dilanda basah yang teramat parah.

Dia selalu lewat di depan rumahku. Dia memakai rok selutut, dengan kemeja atau kadang dengan kaos yang dipadu dengan cardigan. Aku hanya menatapnya dari atas balkon kamarku.  Pertama kali dia lewat, aku tak peduli, kedua kali muncul dan simpati. Dan untuk yang kesekian kalinya kuputuskan untuk jatuh cinta. Hey, tak sekalipun aku melihatnya dengan laki-laki lain. Kalaupun ada, itu pasti aku

Aku buru-buru pulang dari kampus. Mendung pekat sudah menggantung di atas ubun-ubunku. Aku bergegas, siap-siap memasang badan di balkon. Sebentar lagi, perempuan itu pasti muncul dari arah marahari terbit. Dan dugaanku akurat. Kulihat dia datang, membawa payungnya. Hanya kali ini payungnya berwarna hitam.

Kuturuni tangga, kuambil payung dengan buru-buru. Perempuan berpayung hitam itu sudah melewati rumahku. Aku mengikutinya dari belakang, berjalan senatural mungkin agar tak dituduh penguntit.

Imajinasiku melayang. Kutebak akan ke mana dia pergi. Kutebak apa yang dia lakukan setelahnya.

Sekian lama mengikutinya, dia berhenti di sebuah kedai kopi yang sepertinya baru buka. Ada papan kayu besar yang tergantung di depan pintu masuk. EKSPRESSIO CAFÉ.

Dia masuk ke dalam, duduk di ujung ruangan di dekat jendela. Aku mencari meja yang pas untuk mengintai. Aku ingin tahu apa yang dia lakukan sebelum bereaksi lebih.

Dari sini aku bisa menikmati kecantikannya. Senyumnya yang menawan, rambut lurusnya yang tergerai rapi, dan kacamata hitamnya.

“Pesan apa, Mas?” seorang pelayan laki-laki mendatangi mejaku.

“Kopi tubruk.” Jawabku pendek tanpa mengalihkan mataku ke arah perempuan itu.

“Kosong, Mas. Adanya cappuccino, espresso, dan harganya agak mahal.”

Pendengaranku seperti tersulut rokok yang menyala.  Sekejap kemudian aku berhenti menatap perempuan itu dan beralih kepada pelayan kurang ajar yang sedang berdiri di dekatku. Kutatap matanya lekat-lekat, kuhunuskan peperangan lewat mataku. Pelayan lelaki berkacamata itu, menampakkan wajah yang datar.

“AKU PESAN YANG PALING MAHAL!” Aku sedikit mendebrak meja. Dia menuliskan pesananku dan berlalu tanpa permisi.  Aku mendengus kesal. Andai saja bukan karena perempuan hujan itu, pasti akan kumaki habis-habisan pelayan itu.

Aku kini sibuk memandangi perempuan yang duduk di sudut ruangan itu. Hujan di luar semakin menjadi-jadi. Aku mulai membayangkan seandainya kami tiba-tiba saling berkenalan satu sama lain. Lantas kami saling jatuh cinta dan aku akan mengantarnya dengan payung ketika hujan. Ah, romantisnya…

“Mas, ini espressonya. Silakan dinikmati.”

“Iya. Sudah, pergi sana! Menganggu saja.” Aku tak sudi lagi menatap wajah pelayan kurang ajar itu.

Aku sedang menghimpun keberanian ketika pelayan kurang ajar itu lantas menghampirinya dan duduk di depannya. Dari pantauanku, sepertinya mereka sudah sangat akrab. Hatiku memanas tiba-tiba. Ingin rasanya aku menghampiri laki-laki itu karena telah menikung perempuan hujanku, tapi semuanya urung kulakukan.

Mereka sibuk tertawa. Sesekali bercanda. Baru sekali dalam hidupku bisa merasakan patah hati seperti ini. Aku kesal. Kusesap kopiku. Bodoh. Lelaki kurang ajar itu bahkan  ingin meninju ulu hatiku dengan rasa espressonya yang super pahit. Sebagai pecinta kopi, baru sekali ini aku merasakan espresso sepahit ini. Kupikir, lelaki itu pasti sengaja.

Mereka masih berbicara di ujung ruangan. Kulihat perempuan hujan itu tertawa begitu lepas, seolah-olah bahagia.

Aku putus asa menahan patah hatiku. Seketika kupanggil pelayan lain. Kali ini bukan pelayan yang sebelumnya. Dia memberikan bill padaku. Dan mataku membelalak seketika ketika membaca isi kertas. Bukan, bukan harganya yang selangit. Bukan pula karena terlalu murah. Tapi kertas ini telah meremukkan hatiku dan kecintaanku pada kopi.

Telah dibayar lunas karena menyukai perempuan yang baru kunikahi.
-Ekspressio-

Seketika aku ingin membunuh hujan, menghilangkan kopi dari dunia ini dan ambisiku terakhirku adalah, membunuh lelaki pemilik kafe ini. Tapi, patah hatiku ini membuat mentalku teramat ciut.

08012016
4.30 pm

picture by vi.sualize






This post have 18 comments

avatar
Unknown delete 8 Januari 2016 pukul 17.51

hahaha gitu ya mba tut... superrrrrr banget idenya :D

Reply
avatar
AMEEE delete 9 Januari 2016 pukul 09.05

Isi billnya ya ampuuunn T.T
Suka cara berceritanya Mba ^^

Reply
avatar
Laras delete 9 Januari 2016 pukul 09.55

Hehe. Selamat menikmati kopi pahitnya.
Terima kaih sudah berkenan mampir, Mba Nove.

Reply
avatar
Rafii Syihab delete 10 Januari 2016 pukul 00.22

mantap, klo sempat berkunjung ya, kali aja tertarik

Reply
avatar
Rafii Syihab delete 10 Januari 2016 pukul 00.28

mantap, klo sempat berkunjung ya, kali aja tertarik

Reply
avatar
Rafii Syihab delete 10 Januari 2016 pukul 00.28

mantap, klo sempat berkunjung ya, kali aja tertarik

Reply
avatar
Unknown delete 11 Januari 2016 pukul 13.56

aak ngga nyangka isi bill nya kek gitu kak, bagus2 hhehe

Reply
avatar
Laras delete 11 Januari 2016 pukul 16.19

Hehehe. Makasih Iftinia sudah mampir.

Reply
avatar
N Firmansyah delete 14 Januari 2016 pukul 21.46

"Mereka sibuk bercanda, sesekali tertawa" kayaknya lebih pas, kalau menurut saya, Mbak. HEHE.

Btw, endingnya mantap!

Reply
avatar
Laras delete 14 Januari 2016 pukul 23.02

Makasih, Mas untuk masukannya.
Thanks aniwe sudah berkenan mampir. Salam kenal.

Reply
avatar
Laras delete 16 Januari 2016 pukul 09.04

Hehe. Makasih Mba Mita sudah berkenan mampir.

Reply
avatar
Adam Azkiya delete 31 Januari 2016 pukul 18.28

Hahahaha emang bener banget itu perempuan serin baget muncul diwaktu-waktu kaya gitu, seneng sih tapi yang lebih gerget lagi adalah yang paling susah dihubungin.

Antara jaga jarak atau emang ga tertarik, hvt.

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post