Aku tertegun melihat sebuah garpu karatan di dapur. Warnanya sudah tak karuan. Sedikit hitam keemasan. Rasanya tak asing, namun sungguh berat mengingatnya.
Dedaunan yang perdu di depan rumah menyibak halus. Aku tersentil pada lelah yang kasar. Aku ingin duduk di meja makan ini sambil memandang garpu karatan.
Wajahku skeptis terlalu berat. Seperti kurang kerjaan saja memandangi garpu karatan. Namun, warna hitam keemasannya teramat menggodaku.
"Bagaimana bisa seperti ini?" Kataku sambil memegang garpu yang sudah melengkung salah satu ujungnya.
Garpu karatan itu kumainkan terlalu lama. Kuteliti lebih lanjut bagian-bagian anehnya. Lengkungan itu teramat tajam. Seperti baru saja dihantam ke benda yang berat.
"Mungkinkah garpu ini…?"
Aku mencari-cari jawaban yang memaksa otakku berpikir. Teramat keras hingga membuatku frustasi. Aku menutup mata. Enggan melihat garpu itu lebih.
"Tidak mungkin." kataku.
Kubanting garpu itu ke lantai. Membuatku sedikit tak karuan tingkahnya. Aku naik ke atas kursi, seperti menghindar, namun garpu karatan itu terlanjur menguasai tubuhku.
Garpu itu bangkit. Seperti berkata padaku yang histeris. Tersenyum manis, membuatku malu dan gagu.
"Kamu tahu alasan mengapa ujung tubuhku melengkung?" tanya garpu itu.
Aku menggeleng. Seperti enggan manjawab pertanyaan gila itu.
"Kau tak ingat sama sekali?" tanyanya lagi.
Aku semakin ketakutan. Ketakutanku berubah tak karuan. Seperti enggan berargumen lagi.
"Mari kita coba." kata garpu itu.
Wajahku memucat. Bayangkan masa lalu tentang garpu itu kembali muncul bak opera jalanan. Plot-plot yang berjalan mundur itu menjawab semuanya.
Clashhh. Dada kiriku merah. Garpu itu tersenyum padaku.
"Lihat, tubuhku semakin melengkung. Hatimu masih membatu seperti dulu.
2015.04.30
10.26 pm
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon