Suatu
hari di kampus ada edaran pengumuman beasiswa dari salah satu bank swasta. Aku
dan temanku sepakat untuk mencoba mendaftar sebagai calon penerima beasiswa
tersebut. Akhirnya setelah mencari kelengkapan persyaratan itu, kami berdua
segera ke bagian kemahasiswaan FISIP
Unsoed dengan membawa dua rangkap persyaratan beasiswa.
Ketika
kami akan mengumpulkan berkas tersebut, staf bagian kemahasiswaan FISIP
mengatakan bahwa berkas yang dikumpulkan harus rangkap tiga, padahal di edaran pengumuman
beasiswa, berkasnya hanya rangkap dua. Maka dengan sedikit kecewa, kami segera
menuju tempat fotocopy untuk menyalin satu berkas lagi.
Setelah
memfotocopy, kami segera mengecek kelengkapan berkas. Segera itu kami kembali
lagi menuju bagian kemahasiswaan. Tapi, ketika akan mengumpulkannya lagi,
seorang staf yang melayani kami mengatakan bahwa ada kekurangan berkas yaitu
Surat Keputusan UKM yang kami ikuti. Maka dengan sedikit berdalih pun kami
mengatakan bahwa,
tidak ada persyaratan yang mengatakan bahwa harus ada SK UKM di surat edaran pengumuan beasiswa. Staf tersebut tetap ngotot dan kami harus kembali lagi esok harinya untuk melengkapai kelengkapan berkas tersebut.
tidak ada persyaratan yang mengatakan bahwa harus ada SK UKM di surat edaran pengumuan beasiswa. Staf tersebut tetap ngotot dan kami harus kembali lagi esok harinya untuk melengkapai kelengkapan berkas tersebut.
Kejadian
ini telah berulang kali terjadi. Aku tak tahu mengapa bagian birokrasi fakultas
selalu merepotkan mahasiswa dengan kekurangan ini itu. Padahal kami telah
melengkapi semua persyaratan yang tercantum dalam surat edaran pengumuman
beasiswa. Dulu, aku dan teman-temanku pun pernah mengalami hal seperti ini.
Ketika kami akan mengumpulkan berkas beasiswa, tak tahu mengapa tiba-tiba persyaratannya
menjadi dirangkap enam. Padahal sebelumnya hanya rangkap dua. Dan kejadian
seperti itu selalu mendadak, yaitu ketika pengumpulan berkas tanpa ada
pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak fakultas.
Pernah
juga kami dibuat bingung ketika menanyakan keberadaan beasiswa yang pernah kami
ikuti. Waktu itu, pengumuman beasiswa belum juga muncul padahal sudah
berbulan-bulan sejak deadline pengumpulan berkas. Maka aku dan salah satu
temanku mencoba menanyakan pengumuman beasiswa ke pihak fakultas. Seolah-olah
tak tahu menahu, salah satu staf bagian kemahasiswaan FISIP lantas menyuruh
kami agar mengecek ke bagian kemahasiswaan universitas. Karena ketidaktahuan
kami yang waktu itu masih berstatus
mahasiswa baru, kami pun segera menuju bagian kemahasiswaan universitas. Tapi naas,
pihak universitas malah tidak tahu-menahu mengenai beasiswa tersebut. “Itu
kewenangan fakultas.” kata salah seorang staf yang ada di sana.
Seharusnya
kejadian di atas tak pernah terjadi . Sekarang bukan zaman dulu yang masih
serba ditutup-tutupi. Akses informasi seharusnya lebih transparan. Indonesia
punya Undang-undang keterbukaan Informasi Publik (KIP) yaitu UU No. 14 Tahun 2008. Undang-undang ini
mengatur hak masyarakat dalam memperoleh informasi publik dengan cara
memperluas akses terhadap informasi publik. Pelaksanaan keterbukaan public pun
menuntut secara cepat, tepat waktu, berbiaya ringan dan dengan cara yang
sederhana.
Kembali
kali menyoal persyaratan beasiswa. Seharusnya pihak fakultas lebih berhati-hati
dalam mengeluarkan surat edaran apapun bentuknya, termasuk beasiswa. Jangan
sampai surat edaran yang dikeluarkan berbeda dengan apa yang terjadi di
lapangan. Kalaupun terjadi perbuhan, maka harus segera menginformasikannya
kembali pada pihak yang bersangkutan. Pun sama ketika ada seorang mahasiswa akan
menanyakan sesuatu yang telah menjadi haknya, maka jawaban yang tepat dan benar
sudah seharusnya diberikan. Jangan sampai saling melempar tanggung jawab, karena
dengan aturan undang-undang ini, siapapun dapat menuntut bagian birokrasi jika
terjadi ketidakterbukaan informasi.
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon