Kamu mendadak berlari-lari lagi
dalam otakku. Sebenarnya aku muak jika harus mengingatmu, terutama saat aku
berjalan di trotoar sempit yang harus berbagi dengan kendaraan yang berlalu
lalang. Kamu tahu, jalanan adalah zona paling berbahaya saat konsentrasi harus
terbelah. Antara jalanan dan kamu. Aku tak mau mati di jalanan hanya tak
konsentrasi karena terlalu lama mengingatmu meskipun mustahil karena aku adalah
bayangan semu. Mungkin aku sudah merasa seperti seonggok raga yang nyata.
Di mana kamu sekarang? Aku baru
sekali ini melihatmu setelah kamu tahu siapa aku. Aku ingin menyudahi
ketidakpastian ini. Semuanya. Aku ingin menamatkan kisah-kisah aku dan kamu
yang teramat bodoh hingga tak berbekas. Aku hanya ingin mengingatkanmu tentang
bahayanya salah bertingkah di dunia ini. Setelah itu, lepas dan pergilah sesuka
hatimu dan aku pun akan berusaha ikhlas melepasmu.
Kalau ada seseorang yang selalu
mengingatkamu agar tak lupa beribadah untuk Tuhan, kurasa itu aku. Kalau ada yang
menganggu istirahatmu saat sepertiga malam itu juga pasti aku. Dan kamu dengan
tlatennya menanggapi ocehan yang keluar dari mulutku. Bahkan dengan sabarnya
kamu melakukan apa yang kusuruh, meskipun badanmu teramat letih.
Mungkin karena sikapmu inilah
yang membuatku urung menyesatkanmu. Karena kamu, aku telah melanggar kode etik
komunitasku. Kamu tahu, kode etik itu dibuat saat kakek moyangmu, manusia lemah
itu baru saja dibuat oleh Tuhan. Saat itu, kakek moyangku mati-matian melanggar
perintah Tuhan untuk tidak menyembahmu. Dan karena kamulah dengan mudah aku
menghianatinya dan juga karena kamulah aku kini kekuatanku lenyap. Kakek
moyangku menghukumku hingga kamu mati.
Aku tak mau kamu tinggal denganku
dan komunitasku setelah dunia berakhir nanti. Aku tak mau kamu menahan sakit
yang teramat pedih akibat kekhilafanmu.
Lekas kembalilah sejenak. Aku ingin mengingatkanmu sebelum terlambat. Sebelum
nyawa hengkang dari ragamu. Tolong, kembalilah.
Angin menelisik perlahan. Udara
malam terasa menyayat kulit. Bunga kamboja tak kuasa ketika takdir telah
membuatnya berjatuhan ke tanah. Sepi dan sunyi, itulah pendapat manusia. Tapi
aku bisa mendengar eranganmu yang teramat dahsyat di bawah gundukan tanah merah
itu. Kamu berteriak kesakitan, menangis hingga tak tertahan. Munkar dan Nakir
membantaimu. Siksa kubur telah dimulai. Aku terlambat mengingatkanmu.
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon