Rabu, 05 September 2012

author photo
bentar Dibaca

Kamu mendadak berlari-lari lagi dalam otakku. Sebenarnya aku muak jika harus mengingatmu, terutama saat aku berjalan di trotoar sempit yang harus berbagi dengan kendaraan yang berlalu lalang. Kamu tahu, jalanan adalah zona paling berbahaya saat konsentrasi harus terbelah. Antara jalanan dan kamu. Aku tak mau mati di jalanan hanya tak konsentrasi karena terlalu lama mengingatmu meskipun mustahil karena aku adalah bayangan semu. Mungkin aku sudah merasa seperti seonggok raga yang nyata.

Di mana kamu sekarang? Aku baru sekali ini melihatmu setelah kamu tahu siapa aku. Aku ingin menyudahi ketidakpastian ini. Semuanya. Aku ingin menamatkan kisah-kisah aku dan kamu yang teramat bodoh hingga tak berbekas. Aku hanya ingin mengingatkanmu tentang bahayanya salah bertingkah di dunia ini. Setelah itu, lepas dan pergilah sesuka hatimu dan aku pun akan berusaha ikhlas melepasmu.  

Kalau ada seseorang yang selalu mengingatkamu agar tak lupa beribadah untuk Tuhan, kurasa itu aku. Kalau ada yang menganggu istirahatmu saat sepertiga malam itu juga pasti aku. Dan kamu dengan tlatennya menanggapi ocehan yang keluar dari mulutku. Bahkan dengan sabarnya kamu melakukan apa yang kusuruh, meskipun badanmu teramat letih.

Mungkin karena sikapmu inilah yang membuatku urung menyesatkanmu. Karena kamu, aku telah melanggar kode etik komunitasku. Kamu tahu, kode etik itu dibuat saat kakek moyangmu, manusia lemah itu baru saja dibuat oleh Tuhan. Saat itu, kakek moyangku mati-matian melanggar perintah Tuhan untuk tidak menyembahmu. Dan karena kamulah dengan mudah aku menghianatinya dan juga karena kamulah aku kini kekuatanku lenyap. Kakek moyangku menghukumku hingga kamu mati.

Aku tak mau kamu tinggal denganku dan komunitasku setelah dunia berakhir nanti. Aku tak mau kamu menahan sakit yang teramat pedih  akibat kekhilafanmu. Lekas kembalilah sejenak. Aku ingin mengingatkanmu sebelum terlambat. Sebelum nyawa hengkang dari ragamu. Tolong, kembalilah.
Angin menelisik perlahan. Udara malam terasa menyayat kulit. Bunga kamboja tak kuasa ketika takdir telah membuatnya berjatuhan ke tanah. Sepi dan sunyi, itulah pendapat manusia. Tapi aku bisa mendengar eranganmu yang teramat dahsyat di bawah gundukan tanah merah itu. Kamu berteriak kesakitan, menangis hingga tak tertahan. Munkar dan Nakir membantaimu. Siksa kubur telah dimulai. Aku terlambat mengingatkanmu.

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post