Aku ingin protes pada awan yang malu-malu. Dunia terlalu kacau akhir-akhir ini. Panasnya menghujam. Kemarau sedang mengamuk. Tak kusangka, tanah yang semalam diguyur hujan kini kembali kerontang. Habis sudah air yang mampir sebentar ke tanah. Lenyap dalam berapa jam.
Kemarau terlalu sadis bagiku. Dia lebih jahat dari seorang perampok. Aku sudah menunggu hujan sejak sebulan yang lalu. Aku rindu bau basah tanah. Aku rindu udara sejuk sehabis hujan.
Dan kini, aku ikut kalah. Percuma melawan dan memarahi alam. Hujan hanya datang atas kehendak Tuhan. Aku tak bisa semena-mena.
Kini aku duduk diam, memandangi pot besar hitam yang mematung di depan rumah. Ada bunga anyelir yang nyaris kerontang. Perhatianku terlanjur menggantung pada benda mati itu. Bagiku, pot itu mengandung banyak kenangan.
Hanya aku dan Tuhan yang tahu mengapa aku sibuk memandangi anyelir yang nyawanya hampir amblas, kalah bertarung dengan kemarau. Hanya aku dan Tuhan yang tahu mengapa aku sangat merindu hujan.
Aku tak ingin orang tahu, ada segumpal makhluk yang keluar perutku, dan lantas kujadikan pupuk untuk anyelir kesayanganku. Tanpa hujan, makhluk kecil yang keluar dari perutku itu hanya akan mengering dan gagal menjadi makanan anyelirku itu. Aku tak ingin orang tahu karena mereka bilang itu keji. Jadi mari biarkan kusembunyikan sendiri.
Lagi-lagi aku menunggu hujan. Tapi mendung masih enggan mampir ke rumah. Barangkali sedang tamasya ke luar kota. Entahlah. Kali ini hanya Tuhan yang tahu.
2015.07.26
21.39 pm
This post have 4 comments
As always, sensei. Kacau ini kacau, keren :D
ReplyHeehe. Akhirnya setelah mogok nulis. Makasih, Debay.
Replykeren😊 salam kenal ya..
ReplyMakasih Mba Ayu. Salam kenal juga :)
ReplyEmoticonEmoticon