Pada senja yang lepas, aku duduk di sebuah restoran ayam di pinggir jalan HR Bunyamin. Hanya ayam menunya. Tak ada makanan lain selain sambal dan lalapan. Dan entah kenapa, restoran ini selalu dipadati orang tiap sore. Bagiku tak ada yang istimewa dari ayam, meskipun orang-orang selalu menyukainya.
Aku duduk di pojokan restoran. Sendiri saja. Di depanku segerombolan orang datang, duduk berramai-ramai di sebuah meja panjang. Mungkin sepuluh orang. Oh tidak, ada lebih dari sepuluh orang aku rasa. Aku malas menghitung.
Aku berpikir jika meja di depanku itu terbalik. Aku hanya berpikir jika orang-orang yang berada di atasnya tercebur ke air. Semuanya basah. Ayam gorengnya basah. Baju-bajunya basah. Dan mereka menelan air hitam kotor tanpa sengaja. Jijik. Hih!
Segelas jus jambu tersisa setengahnya. Rasanya tak enak di lidahku. Agak masam. Aku iri pada orang-orang di depanku yang makan dengan lahapnya. Aku iri melihat mereka menyedot es teh sambil tertawa-tawa. Aku iri melihat mereka bisa makan walaupun hanya dengan ayam goreng.
Dan wajar jika sekarang aku berpikir jika tempat duduk mereka terbalik saja. Biar mereka puas menelan air kotor. Aku ingin mereka merasakan hal yang sama sepertiku. Menelan jus jambu manis yang terasa masam di lidah.
Dan kini aku masih termenung memandang mereka yang tertawa-tawa. Asap rokok seperti mengitari mereka. Entah apa yang mereka bicarakan dan entah apa pula apa yang mereka tertawakan. Rasanya sungguh mengganggu.
Hawa dengki menyusup. Ingin kurobohkan meja dan kursi yang mereka duduki. Suara mereka terlalu bising. Aku sangat terganggu. Rasanya aku muntab. Dan kini aku berpikir untuk pergi menjauhi mereka.
Pergi jauh. Mencari tempat yang lebih sepi. Di kuburan atau opera parodi. Entahlah.
Jakarta, 2015.07.10
06.10 am
This post have 2 comments
Pergi jauh. Mencari tempat yang lebih sepi. Di kuburan atau opera parodi. Entahlah.
ReplyOpera parodi itu apaan mbak tut? Hehe ��
Itu loh opera komedi. Ini aku pas nulis gak pake mikir. Tahu-tahu udah kayak gitu aja, Hahaha.
ReplyEmoticonEmoticon