Jangan pernah sedikitpun melihat ke belakang. Kamu hanya akan kembali pulang. Tahan sebentar keinginanmu untuk mengeluh. Jika kamu masih tetap saja begini, hidupmu tak akan berbenah.
Entah, apapun alasannya, tolong jangan menengok ke belakang. Sesakit apapun rasa yang menggerogoti hatimu, serindu apapun kamu dengan rumah, tolong tahan sebentar. Lupakan sejenak aku dan segala kisah yang terlanjur mampir di kepalamu.
Mari berdamai dengan kenangan. Berbagai kebahagiaann yang kita rajut, pada akhirnya harus kalah dengan perpisahan. Namun, jangan salahkan itu. Sudah hukum alam: ada hidup ada mati, sehat dan sakit. Pun sama, pertemuan harus berhadapan dengan perpisahan.
Hidup ini memang penuh luka. Kita berdua sama-sama menciptanya. Tapi, biar kali ini aku jujur saja: aku bahagia mencipta luka denganmu. Luka ini, membuat kita terbiasa dengan badai. Denganmu aku cukup kuat.
Suatu saat, temui aku di sebuah tanah yang penuh kehijauan. Di sana, kurajut akar-akar neuron dengan wajahmu. Biar dia mengendap bersama luka dan cinta yang tercipta karena ulah yang kita berdua.
Biar, tak apa orang mengira kita seperti roman picisan yang lupa alur. Orang tak pernah tahu, bagaimana rasanya menahan rindu.
Kepada anakku, kamu pergi untuk kembali. Jangan lupa arah rumah, entah sedalam apapun kamu tersesat di labirin kehidupan. Lelaki sejati harus kembali pulang apapun keadaannya.
Ayah penunggu yang hebat, Nak. Jangan khawatir. Bawakan oleh-oleh terbaik dari perjalanan panjang. Ciptakan puisi dari sekat-sekat jalanan panjang kehidupan. Ayah akan mendengar semua kisahmu. Seperti kecilmu dulu yang bercerita dengan layanganmu yang putus.
Mari Nak, ayah mungkin sudah cukup rapuh menggandengmu berjalan. Tapi, kujaga telinga ini agar tetap bisa mendengar kisah perjalananmu. Mari Nak, silakan berkisah ketika nanti pulang. Ayah penungu dan pendengar kisahmu yang ulung.
2015.04.13
11.43 pm
11.43 pm
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon