Rabu, 08 April 2015

author photo
bentar Dibaca

"Aku berhak mempunyai pemikiran."

Kidung resah mendengar pernyataan lelakinya. Hatinya berserakan tak karuan. Di sampingnya, Danendra duduk sembari sibuk mengetuk-ngetuk bangku taman yang usang warnanya.

"Aku juga berhak mengingatkanmu."

Ditahan air matanya agar tak terhempas. Hatinya kalut. Dia takut suaminya semakin menjadi-jadi. Akhir-akhir ini suaminya terjangkit pemikiran-pemikiran aneh. Hegel, Socrates, Nietsche, Darwin, apalah itu. Mereka menggerayangi otaknya.

Narendra memainkan kembali jarinya di bangku kayu. Suaranya tuk tuk tak beraturan. Tak lama dia memandang wajah perempuannya. Tersenyum sekilas dan bertanya, "Tuhan itu apa ya?"
***

"Mau pengajian, Mbak?"
Kidung menghentikan langkahnya. Ditatap sejenak suaminya yang sedang menikmati kopi pekatnya.

"Kan aku udah bilang, hari ini aku mau ke tempat ibu."

Danendra tersenyum. Didekatinya istrinya. Dipandanginya kerudung merah marun yang menutupi rambutnya.

"Rambutmu itu terlalu indah untuk kamu tutupi."

"Tuhan menyuruhku untuk menutupinya."

Danendra tersenyum. Kecut hatinya melihat perubahan istrinya itu.

"Tuhan mana lagi yang kamu sembah?"

Kidung diam. Pertanyaan itu membuatnya ingin marah. Jujur, dia pun masih awam soal agama. Sekarang, diam baginya ada solusi satu-satunya.

"Tuhanku hanya satu. Dia yang menciptakan aku, kamu dan lainnya. Dia juga yang mencipta cinta. Membuat kita sama-sama jatuh cinta."

"Tuhan dan cinta? Jangan percaya. Itu cinta buta. Kita dan cinta, tak ada hubungannya dengan tuhanmu itu. Tuhan tak pernah ada lagi. Dia hanya sebatas mencipta dan pergi setelahnya."

Kidung tak bersuara. Seperti ada yang mencekal pita suaranya.

"Sekarang terserah kamu."
***

Danendra duduk di bangku taman. Kepalanya seperti berdialog. Plato berpendapat soal tuhan, socrates mendebatnya. Tak lama, Nietche muncul, sok hebat berkelakar soal tuhan.

Danendra pusing. Mereka saling berpendapat, saling mendebat, tak jarang mereka saling khianat. Argumennya sering berubah. Dan lama kelamaan, filsuf-filsuf itu tak bertuhan.

Kepala Danendra sekonyong-konyong akan pecah. Pikirannya mulai bertanya ini itu. Tak ada yang menjawabnya.

Perempuan berkerudung merah marun itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Dia seumpama mawar yang hinggap di ilalang kering. Dia semakin saja taat pada Tuhannya. Dia bahkan siap mati demi Tuhannya.

Perangainya berubah baik akhir-akhir ini. Sikapnya semakin santun. Tutur katanya semakin lembut. Dan dia, benar-benar istri taat pada suami.

"Tuhannya pasti Tuhanku juga. Dia pasti yang mencipta cinta." Narendra menggumam sendiri. Hatinya seperti tertarik sesuatu.

Kali ini dia tertarik pada ponsel. Ada yang harus dikenalinya lebih jauh.

"Hallo. Kidung, bolehkah aku mengenal Tuhanmu?"

Senyum Danendra mengembang. Dia akhirnya tahu jalan pulang.

2015. 04. 07
09.48 pm

This post have 2 comments

avatar
Jefferson L delete 8 April 2015 pukul 18.22

hmm, bingung apakah masalah tuhan ini perlu diperdebatkan..

Reply
avatar
Laras delete 10 April 2015 pukul 09.47

Ini ide muncul dari temenku yang kecanduan filsafat. Trus berubah gila dan nanya-nanya siapa Tuhan. hehe,

Reply


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post