Tahun ke-1
Seorang anak berusia tujuh tahun berbicara pada ayahnya.
Seorang anak berusia tujuh tahun berbicara pada ayahnya.
Anak : Aku bangga jadi anak ayah. Ayah jadi pemimpin negeri ini. Suatu saat aku ingin seperti ayah.
Ayah : Terima kasih sayang. Ayah janji akan jadi pemipin yang baik. Ayah janji akan jadi ayah yang kamu banggakan.
Anak : (tersenyum lugu).
Tahun ke-2
Sang anak duduk di samping ayahnya. Sang ayah termenung di sampingnya sambil mengusap kepalanya yang plontos.
Sang anak duduk di samping ayahnya. Sang ayah termenung di sampingnya sambil mengusap kepalanya yang plontos.
Anak : Aku kemarin lihat ayah di TV, kata mereka ayah naikkin BeBeEm. Katanya beras mahal ya?
Ayah : Gak masalah, Sayang. Besok adek ikut bagi-bagi beras yuk. Di kampung-kampung. Biar mereka bisa makan.
Anak : (Tersenyum lugu). Aku percaya sama ayah. Aku ingin menjadi seperti ayah.
Tahun ke-3
Sudah sembilan tahun usia anak itu. Sang ayah menua lebih cepat.
Anak : Ayah, aku baru liat di tivi, nama ayah ditambahi biadab, nama belakang ayah ditambahi pengecut. Ada lagi tak pecus, ada lagi pembohong. Itu apa maksudnya Yah? Aku gak ngerti.
Sudah sembilan tahun usia anak itu. Sang ayah menua lebih cepat.
Anak : Ayah, aku baru liat di tivi, nama ayah ditambahi biadab, nama belakang ayah ditambahi pengecut. Ada lagi tak pecus, ada lagi pembohong. Itu apa maksudnya Yah? Aku gak ngerti.
Ayah : Itu, itu… Mereka cuma berteatrikal Nak.
Anak : wah, ayah hebat. Semenjak ayah menjadi presiden, mereka jago teater. Aku ingin menjadi ayah.
Ayah : Iya, Nak.
Tahun ke-4
Anak : Yah, aku lihat nenek nenek kelaparan. Yah, aku lihat ada anak kecil tak sekolah. Yah, aku lihat kemarin ada orang makan orang. Yah, kata mereka ayah bisa tikus. Kata mereka ayah perampok. Aku benci mereka.
Anak : Yah, aku lihat nenek nenek kelaparan. Yah, aku lihat ada anak kecil tak sekolah. Yah, aku lihat kemarin ada orang makan orang. Yah, kata mereka ayah bisa tikus. Kata mereka ayah perampok. Aku benci mereka.
Ayah : Nak, berhentilah bertanya. Ayah lelah.
Tahun ke-5
Sang anak menangis di dekat telepon rumahnya. Suaranya sesenggukan. Dia rindu ayahnya.
Sang anak menangis di dekat telepon rumahnya. Suaranya sesenggukan. Dia rindu ayahnya.
Anak : Yah, kapan pulang? Yah, ibu gila. Yah, mereka menyita rumah. Yah, aku takut.
Ayah : Maaf, Nak. Ayah tak bisa pulang. Ayah sedang sibuk dengan pak polisi. Adek baik-baik ya di rumah tante.
---------
Sepuluh tahun kemudian. Sang anak tumbuh besar. Wajahnya pucat. Tatapan matanya kosong. Dia hanya duduk di bangku besi yang terlanjur karatan. Di dekatnya seorang ibu muda sedang asik bermain boneka.
---------
Sepuluh tahun kemudian. Sang anak tumbuh besar. Wajahnya pucat. Tatapan matanya kosong. Dia hanya duduk di bangku besi yang terlanjur karatan. Di dekatnya seorang ibu muda sedang asik bermain boneka.
Anak : Ayahku babi katanya. Ayahku tikus berdasi katanya. Ayahkuu… Ayah, aku tak ingin menjadi seperti ayah
Purwokerto, 2015.03.31
22.46 pm
22.46 pm
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon